03 April 2009

Hikayat Penyair dan Syair Terakhir

.




Perawat : Seorang laki-laki muda yang dingin

Penyair : Seorang gadis tirus yang selalu menunggu

Pelukis : Seorang pemuda pucat dan tirus dengan nada mata sendu

Peramal : Seorang gadis kulit terbakar matahari dan senyum yang menerawang hati







Sungguh tenang.
Sang penyair tersenyum lengang diantara deru airmata jingga senja.
Dia anggun dengan gaun putih bercahaya bersama air mukanya yang beku.
menggenggam belati kecil berhiaskan pelangi
Ini hidupnya yang terlanjur terlampaui...

Sungguh tenang.
Lorong-lorong rumahnya sembab.


Sang Pelukis datang membawa selembar lukisan Penyair di antara padang surgawi.
Semua bola mata berbinar menelisik pandangan manis terbersit dari gores nirwana.
namun,
Pelukis menangis.
Menggenggam seribu cercah warna tak kunjung tersampaikan pada Sang Penyair..
"Andai waktu bisa ku ungkap dalam kanvasku..."



Sang Peramal datang membawa seikat curahan cinta Penyair yang terikat kata-kata tersimpan dalam retinanya.
Tidak ada seorang tahu.
Seluruh lara cinta Penyair pada Perawat tersaji seracik duka.
" Mungkin, ini adalah awal dari sajak-sajaknya"


Pelukis : " (Tertegun memandang ruang istirahat terakhir Sang Penyair)
. Atau hanya ungkapan terselubung saja?"
Peramal: "Tidak.Hanya sedang mengungkit masa pertamanya.Biarkan"
Pelukis : "Kau tidak paham.."
Peramal: "Aku paham.Lepaskan saja kisah tak berkesampaian itu pada muaranya"


Peramal dan Pelukis kembali terdiam.


Di balik tirai selaput hujan,
Sang Perawat datang kehadapan mereka,
membawa seikat bunga ilalang berwarna putih.
Berkelambu air hujan, ia merangkai airmatanya.
"Apakah dia sudah pergi jauh?"

Perawat : "Apakah terlambat?"
Pelukis : "Belum jika kau mengatakannya"
Peramal : "Sudahlah. Semua sudah terjadi. Detik itu telah bergulir lepas dari bingkainya"
Pelukis : "Andai saja kau menjaga perkataanmu. Begitu saja kau lepas!"

Peramal itu memisah mereka.
Matanya menerawang jauh kedalam dua lelaki di hadapannya.
Perawat merundung di bawah naungan sinar mata Pelukis
menuntutnya, dalam.
Denting-denting lirih dari hati Perawat terukir lembut bersama semilir angin senja.
Peramal meraba hatinya.
Larut.

Peramal melangkah menjauh dari Sang Penyair.
Begitu pula Pelukis.
Mereka memberi ruang pandang pada Perawat itu.
"itu. Penyair yang kau cari"

Pelukis : " Itukah yang kau cari, Perawat? "
Perawat : " Hanya Penyair. (menghela nafasnya) "
Pelukis : " Silakan. Mungkin dia ingin melihatmu untuk yang terakhir kalinya."

Perawat mendekat.
Tak kuasa airmata itu terbendung dari mata Perawat.
Setapak demi setapak dia meraih seseorang yang tetap mencintainya.
Perawat melihat Penyair dalam kebahagiaan mendalam.
Wajahnya pucat nan memancar redup bulan.

Semuanya mendingin.
Yang tlah hadir tak mampu melangkah tuk menghalang.

Sang Perawat menggenggam erat tangan Penyair.
Mengganti belati di genggam tangan Penyair
dengan bunga ilalang berwarna putih yang ia bawa..
" Maaf, aku terlambat.
Aku kini mengerti.
Melelahkan untuk menunggu.
Aku tak kan biarkan kau menunggu lagi..."

Pelukis : "Apa yang kau lakukan?"
Perawat: " Dia hanya Penyair. Aku ingin dia mendengar kata-kataku"
Pelukis : " Mustahil! Kau pikir waktu kan bergulir ke telapak tanganmu?"
Perawat: " Hingga musim apa kau tetap menghalauku?"
Pelukis : " Hingga dia mengundangmu sendiri!"
Perawat: " Namun, aku memiliki syair terakhirnya.."
Pelukis : " Kau yakin itu terakhir?"


Pelukis membiarkannya.
tak ada lagi emosi diri.
" Semua kan ku lepas untukmu"

Perawat berbalik melihat Penyair
Ia mengenal isyarat itu.
Mendekat pada pandangannya.
Hingga mencium wangi surga di wajah tenang Penyair.

Perlahan membeku aliran darah...
Raut muka Perawat dingin, pucat.
Tersadar Perawat menggenggam erat belati tertancap di dadanya.
Ia tersenyum melihat Penyair.
Ia larut ke samudra kedamaian cinta.
Senja itu....
Tertunduk Perawat dalam genggam tangan Penyair.
Mereka bersama .






"Wahai cinta setia menantiku..
Kini lelah ku rasa kau menungguku..
Biarkan ku menunggumu, hingga kehidupan nanti.
Kelak kan ku tulis sebuah syair untuk lengkapi syair terakhirmu.
Di saat aku kembali nanti.
Ke dalam hatimu... "

Tidak ada komentar: