27 April 2009

titik Cakrawala

.





seberkas kabut embun terhampar jauh menutupi jalanku menuju titik cakrawala yang ingin ku tuju
kelabu.


Ku terpejam.

Tak merasa tak hendak meraba
Hendak ku menangis, namun tak hendak jua
Bila ku akan melangkah, anganku tersaput hilang
Tak jua menerawang titik cakrawala yang begitu dekat


Hingga ku coba selangkah menyibak kabut di hadapku.

Ku mendengar,
Kau memanggil samar,
Kau mencariku,
melangkah diantara laut kabut..
Kau meraihku,menggenggam jemariku
Sentuhan itu mengikatku, mengembun di dinginnya jariku.

Perlahan,
temali hangat hatimu menjerat ruang jiwaku
penuhi warna retina hatiku.


Kau terbitkan sinar di depan mataku.
menuntunku,
berjalan bersamamu,
berlari bersamamu,

dan,
berhenti di tabir cakrawala lembut
yang terpancar di balik sudut matamu.



Kau tlah renggut sepiku,
mencipta cinta
meluluhkan angan hatiku . .
untuk terus hidup bersamamu




I LOVE YOU . . .

.

22 April 2009

Untuk Cintaku

re-posting from whitelavender.blog.friendster.com



selamat siang,cintaku..

bertabur bunga untukmu..
menarilah salju untukmu..
segala indahmu terlukis di hatiku.

namun,bukan diriku.

cintaku,tersenyumlah..
pandanglah aku dalam lukisanmu..
peluklah aku dalam mimpimu..
karena memang aku tak tercipta nyata untukmu..

cintaku..
segenap perasaanku untukmu..
sepercik harapanku,semua..

namun,bukan jiwaku..

cintaku,seluruh cintaku..
segala nafasku..
aku mengejar pandanganmu,candamu..

namun bukan dirimu..

cintaku,
begitu terlarangkah?


-----------------------------------------------------------------------------------------------


dear,cintaku..

kali ini aku bukan merajuk.jangan salahkan perasaan ini.salahkanlah aku.aku bersalah telah mencintaimu.aku bersalah telah merindukanmu.aku bersalah telah mengharapkanmu..
maafkan aku.aku tidak ingin memaksamu.cinta ini tak dapat aku bendung lagi.dan aku tidak tahu harus berbuat apa agar kamu juga mencintai aku.sudah beribu kali aku bermimpi tentang kamu,beratus kali bersua dalam lukisanku..
aku tidak tahu apa yang sedang aku pikirkan..

aku mencintaimu..
山下 海斗

10 April 2009

Ujung Jalan

.



Rinai hujan tepian pantai air mata


mengalun laun menyibak
pandangan retina
. .







Sangsi
. .

Ku saksikan kau menapak pergi,

meragukan tetes lirih bisik



memanggil . . . .


(*semua ku tuju untuk berakhirnya kisahku
dengan semua masa-masa indah bersamanya yang ada.
Maaf.
kalau aku tetap menahanmu.
Sekarang, silakan pergi..

dear,
...)

Hamparan Rindu

.



Bak daun mint di penghujung hari,
hingga musim semi barley membuah savana . .




Sebuah skripsi kecil
tentang punuk hati
merindu sejuk
rindu
sunyi . .





.

03 April 2009

Hikayat Penyair dan Syair Terakhir

.




Perawat : Seorang laki-laki muda yang dingin

Penyair : Seorang gadis tirus yang selalu menunggu

Pelukis : Seorang pemuda pucat dan tirus dengan nada mata sendu

Peramal : Seorang gadis kulit terbakar matahari dan senyum yang menerawang hati







Sungguh tenang.
Sang penyair tersenyum lengang diantara deru airmata jingga senja.
Dia anggun dengan gaun putih bercahaya bersama air mukanya yang beku.
menggenggam belati kecil berhiaskan pelangi
Ini hidupnya yang terlanjur terlampaui...

Sungguh tenang.
Lorong-lorong rumahnya sembab.


Sang Pelukis datang membawa selembar lukisan Penyair di antara padang surgawi.
Semua bola mata berbinar menelisik pandangan manis terbersit dari gores nirwana.
namun,
Pelukis menangis.
Menggenggam seribu cercah warna tak kunjung tersampaikan pada Sang Penyair..
"Andai waktu bisa ku ungkap dalam kanvasku..."



Sang Peramal datang membawa seikat curahan cinta Penyair yang terikat kata-kata tersimpan dalam retinanya.
Tidak ada seorang tahu.
Seluruh lara cinta Penyair pada Perawat tersaji seracik duka.
" Mungkin, ini adalah awal dari sajak-sajaknya"


Pelukis : " (Tertegun memandang ruang istirahat terakhir Sang Penyair)
. Atau hanya ungkapan terselubung saja?"
Peramal: "Tidak.Hanya sedang mengungkit masa pertamanya.Biarkan"
Pelukis : "Kau tidak paham.."
Peramal: "Aku paham.Lepaskan saja kisah tak berkesampaian itu pada muaranya"


Peramal dan Pelukis kembali terdiam.


Di balik tirai selaput hujan,
Sang Perawat datang kehadapan mereka,
membawa seikat bunga ilalang berwarna putih.
Berkelambu air hujan, ia merangkai airmatanya.
"Apakah dia sudah pergi jauh?"

Perawat : "Apakah terlambat?"
Pelukis : "Belum jika kau mengatakannya"
Peramal : "Sudahlah. Semua sudah terjadi. Detik itu telah bergulir lepas dari bingkainya"
Pelukis : "Andai saja kau menjaga perkataanmu. Begitu saja kau lepas!"

Peramal itu memisah mereka.
Matanya menerawang jauh kedalam dua lelaki di hadapannya.
Perawat merundung di bawah naungan sinar mata Pelukis
menuntutnya, dalam.
Denting-denting lirih dari hati Perawat terukir lembut bersama semilir angin senja.
Peramal meraba hatinya.
Larut.

Peramal melangkah menjauh dari Sang Penyair.
Begitu pula Pelukis.
Mereka memberi ruang pandang pada Perawat itu.
"itu. Penyair yang kau cari"

Pelukis : " Itukah yang kau cari, Perawat? "
Perawat : " Hanya Penyair. (menghela nafasnya) "
Pelukis : " Silakan. Mungkin dia ingin melihatmu untuk yang terakhir kalinya."

Perawat mendekat.
Tak kuasa airmata itu terbendung dari mata Perawat.
Setapak demi setapak dia meraih seseorang yang tetap mencintainya.
Perawat melihat Penyair dalam kebahagiaan mendalam.
Wajahnya pucat nan memancar redup bulan.

Semuanya mendingin.
Yang tlah hadir tak mampu melangkah tuk menghalang.

Sang Perawat menggenggam erat tangan Penyair.
Mengganti belati di genggam tangan Penyair
dengan bunga ilalang berwarna putih yang ia bawa..
" Maaf, aku terlambat.
Aku kini mengerti.
Melelahkan untuk menunggu.
Aku tak kan biarkan kau menunggu lagi..."

Pelukis : "Apa yang kau lakukan?"
Perawat: " Dia hanya Penyair. Aku ingin dia mendengar kata-kataku"
Pelukis : " Mustahil! Kau pikir waktu kan bergulir ke telapak tanganmu?"
Perawat: " Hingga musim apa kau tetap menghalauku?"
Pelukis : " Hingga dia mengundangmu sendiri!"
Perawat: " Namun, aku memiliki syair terakhirnya.."
Pelukis : " Kau yakin itu terakhir?"


Pelukis membiarkannya.
tak ada lagi emosi diri.
" Semua kan ku lepas untukmu"

Perawat berbalik melihat Penyair
Ia mengenal isyarat itu.
Mendekat pada pandangannya.
Hingga mencium wangi surga di wajah tenang Penyair.

Perlahan membeku aliran darah...
Raut muka Perawat dingin, pucat.
Tersadar Perawat menggenggam erat belati tertancap di dadanya.
Ia tersenyum melihat Penyair.
Ia larut ke samudra kedamaian cinta.
Senja itu....
Tertunduk Perawat dalam genggam tangan Penyair.
Mereka bersama .






"Wahai cinta setia menantiku..
Kini lelah ku rasa kau menungguku..
Biarkan ku menunggumu, hingga kehidupan nanti.
Kelak kan ku tulis sebuah syair untuk lengkapi syair terakhirmu.
Di saat aku kembali nanti.
Ke dalam hatimu... "