20 Februari 2009

Hikayat Perawat dan Penyair

.



Perawat : Seorang laki-laki muda yang dingin

Penyair : Seorang gadis tirus yang selalu menunggu





Mungkin aneh.
tapi, penyair jatuh cinta pada perawat . . .


Tidak semanis yang kau kira . .
Sang perawat tidak suka pada penyair
perawat bilang , "penyair hanya berpeluk pada kata-katanya.Tidak lebih...."


Sang penyair menunggu perawat itu sekian lama.
Syair-syairnya hanya kerinduan.
Sajak-sajaknya tiada harap
dalam gelap, sang penyair memegang pena dan menagis diantara genangan tinta
dia berkata,"Akankah dia merawatku, seperti dia merawat orang lain?Orang yang tidak dia cinta?"

Perawat tertegun.
di genggamnya telepon yang terus saja berdering.
tangannya berkeringat
ingat janji sendiri

Perawat : "Hallo??"
Penyair : "Kau di sana?"
Perawat : "Ya."

Mereka diam tidak ada yang perlu dijelaskan lagi sang Penyair memegang belati di tangan kirinya yang halus diremasnya gagang telepon "Pernyataan terakhir.."

Penyair : "Kau sudah meminangnya?"
Perawat : "Kenapa kau bertanya?"
Penyair : "Hanya menilik sekilas saja.."

Mereka diam tidak ada yang perlu dibingungkan sang Perawat memegang sebuah gambar gambar diri sang Penyair, namun, kemudian diletakkannya pada sebuah kitab di genggamnya gagang telepon "Perjumpaan lagi.."

Perawat : "Lalu, apa kamu telah dipinang?"
Penyair : "... . Hanya sendiri.Tiada pinangan yang dapat aku genggam"
Perawat : "Apa yang kau tunggu?Kau telah menimbun perak"
Penyair : "Masih sama seperti saat musim gugur lima tahun lalu"

Tangan Penyair berkeringat erat genggamnya pada belati yang ditempelkan dengan dadanya tak ada ragu " Perjumpaan terakhir, atau pertemuan selamanya"

Perawat : "Bukankah kau pernah bertemu yang lain?"
Penyair : "Ya. Namun aku bukan tupai yang pandai meloncat. Aku masih di pohon yang sama."
Perawat : "Mmmnn.... Masih kah itu aku?"
Penyair : "Ya. Sekiranya memang berkiblat ke arahmu."
Perawat : "Bisakah kau tinggalkan aku? Aku tak pantas untuk kau tunggu"
...

Sang Penyair tak ragu lagi di pandangnya belati hasrat ingin mati meluap pada diri mati.





Penyair tak menangis lagi. Pupuslah segala harap. Dia tak ingin menangis seperti masa lampaunya. Kuat. Tak peduli lagi. Dia tancapkan sendiri bahagianya ke dadanya. Damai. Kini ia damai dalam derita. Dalam derit jeritan kesunyian abadi.



"Wahai cinta terpendam, aku kan setia padamu.
Menunggumu

Sampai bertemu
dikehidupan yang akan datang.

Selama itu aku menunggu.."



4 komentar:

Tantri Prastuti mengatakan...

mushi...mushi...

KeyeNd bLog.na...

raMe sanGad euY kaYa PaSar..!!!

Hehehe.....

musH..kaLo tAu yAng baGus2 buAd bLog,kasi tau yaakk....!!!
^^

Tantri Prastuti mengatakan...

mushi...

kaMU ikut jadi pengikut di bLog qu ough...

ya mush...

hehe...

Tantri Prastuti mengatakan...

mushi...

kamu ikut jadi pengikut di blog qu ough...

ya mush....heee...

oteote....!!!

my dream mengatakan...

Blognya bagus! isinya menyentuh!